Imamat 19:3
“Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibu dan ayahnya serta memelihara hari-hari Sabatku. Akulah TUHAN Allah-mu.”
Saudara yang terkasih, kitab
Imamat adalah kitab tentang kekudusan umat Israel. Panggilan utamanya ada di
Imamat 19:2b yang berbunyi, "Kuduslah kamu, sebab Aku Tuhan Allah-mu
Kudus." Dan sungguh menarik ketika Tuhan menjabarkan seperti apa itu hidup
kudus, Ia tidak memulainya dengan sesuatu yang mungkin kita anggap besar
ataupun kita anggap ini adalah sebuah hal yang rohaniah ataupun dengan
berbicara tentang persembahan yang besar. Ia memulainya dari lingkungan ataupun
lokus yang terdekat dalam kehidupan kita, yaitu keluarga. Dan dari keluarga itu
salah satu sosok yang menjadi tempat pertama kita mengekspresikan sikap
menyegani, kalau di dalam terjemahan baru yang kedua. Tetapi dalam terjemahan
baru yang edisi pertama dikatakan di situ menghormati ayah dan ibumu. Di situ
kita melihat bahwa menjaga kekudusan umat Allah itu ternyata dimulai dari
menghormati ataupun menyegani orang tua. Bahasa Ibrani yang dipakai ketika
berbicara tentang menyegani ini adalah Yira, yang memiliki akar kata yang sama
dengan istilah takut ataupun segan akan Tuhan. Ini bukan sekedar sopan santun.
Ini bukan sekedar kita tidak melawan orang tua. Menghormati orang tua ataupun
menyegani orang tua adalah sebuah sikap batin yang melihat orang tua dengan
segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bahwa mereka juga adalah
sosok wakil Tuhan yang telah menghadirkan kita ke dunia. Menghormati berarti
mendengarkan hikmat yang mereka ajarkan dalam kehidupan kita. Menghormati
ataupun menyegani orang tua adalah merawat mereka di usia senja. Sama seperti
mereka merawat kita saat tidak berdaya. Dan bahkan ketika mereka telah tiada. Menghormati
mereka bukan berarti kita melupakan mereka, tetapi menghidupi nilai-nilai baik
yang mereka pernah ajarkan dan menjaga nama baik keluarga kita.
Mengapa ini menjadi perintah
kekudusan yang pertama? Karena Tuhan tahu jika di dalam rumah kita tidak bisa
menghargai sumber kehidupan yang terlihat ataupun yang nyata yaitu orang tua.
Sungguh mustahil ketika kita dituntut untuk menghargai sumber kehidupan yang
tidak terlihat yaitu Allah. Kekudusan itu dimulai dari hal yang paling dekat
yaitu keluarga ataupun orang tua kita. Kemudian perintah yang kedua yang saling
bergandengan dengan perintah pertama yaitu memelihara hari-hari sabatKu. Jika yang
pertama adalah tentang relasi kita tentang sesama manusia ataupun dengan sosok
yang terlihat. Perintah yang kedua berbicara tentang bagaimana relasi vertikal
kita dengan Tuhan. Apa itu Sabat? Dalam dunia modern pada saat ini ataupun
dunia kontemporer saat ini ada istilahnya hassle
culture atau sebuah standar kehidupan yang menyatakan bahwa kerja keras itu
adalah ukuran sebuah kesuksesan. Dan Sabat dalam prinsip kehidupan yang seperti
ini, Sabat ini dianggap sebagai sebuah prinsip hidup yang kuno. Kita merasa
berdosa jika tidak produktif. Jika menurut standar hasil culture tadi. Kita merasa
cemas jika kita tidak sukses di dalam kehidupan kita secara materi ataupun
secara tampak terlihat dengan mata. Padahal di dalam kehidupan iman kita, Sabat
adalah sebuah deklarasi iman. Pertama, Sabat adalah pengakuan bahwa Tuhanlah
sang pencipta dan pemilik waktu. Kita berhenti bekerja ataupun memberikan waktu
untuk kita beribadah, untuk kita berbakti kepada Tuhan. Bukan karena kita
malas, tapi karena kita percaya bahwa dalam 6 hari Tuhan telah mencukupkan
kehidupan kita. Kita berhenti untuk mengingat bahwa hidup kita bukan hanya soal
mengejar, tapi soal bagaimana kita menghormati sang pemelihara kehidupan kita.
Dan bagaimana juga kita menghayati bahwa kita telah menerima berkat dari sumber
kehidupan kita yang paling utama yaitu Allah. Kedua, Sabat adalah waktu untuk pemulihan
ataupun restorasi. Bukan hanya tubuh yang perlu istirahat, tapi jiwa dan roh
kita. Di tengah dunia kita yang seringkiali bising, yang terus menuntut
perhatian kita mungkin lewat layar ponsel kita. Sabat adalah perintah Tuhan
untuk berhenti sejenak, untuk berdiam diri, untuk mengisi ulang baterai rohani
kita dengan bersekutu intim bersamanya. Sabat adalah benteng yang Tuhan
berikan. Agar kita tidak habis ditelan oleh berbagai tuntutan dunia.
Sekarang mari kita renungkan
mengapa Tuhan menempatkan dua perintah ini dalam satu tarikan nafas, hormat
pada orang tua dan memelihara hari-hari Sabat. Jawabannya adalah menghormati
orang tua adalah cara kita menghargai akar ataupun asal-usul kehidupan kita.
Sedangkan memelihara hari Sabat adalah kita mengarahkan masa kini dan masa
depan kita, fokus kita, tujuan hidup kita dengan akar yang lebih dalam lagi,
yaitu Allah sang pemelihara kehidupan kita. Keduanya adalah soal kita berhenti.
Kita berhenti dari ego kita untuk hanya mencintai diri sendiri. Kita diingatkan
untuk menghormati orang lain yaitu orang tua sosok yang telah melahirkan kita
di dunia ini. Dan keberhentian yang kedua adalah kita berhenti dari segala kesibukan
pekerjaan kita, urusan duniawi kita untuk bisa mengingat Tuhan. Kekudusan yang
sejati menurut Imamat 19:3 adalah kehidupan yang seimbang. Seimbang antara
menghargai keluarga dan menghargai sumber kehidupan keluarga kita yaitu Tuhan.
Kita tidak bisa menjadi orang yang rohani hanya di gereja tapi durhaka pada
keluarga kita. Sebaliknya kita juga tidak hanya bisa menjadi anak yang berbakti
hormat kepada orang tua, tetapi melupakan Tuhan yang telah memberikan orang tua
itu kepada kita. Keduanya adalah dua pilar yang menopang atap kehidupan kita.
Jika satu pilar goyah, maka runtuhlah rumah kehidupan kita.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian yang
kami kasihi dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Motivasi kita untuk menghormati
orang tua bukanlah karena rasa takut akan hukuman. Motivasi kita adalah
identitas. Karena Dialah Allah kita yang telah memerintahkan kepada kita, yang berotoritas
dalam kehidupan kita dan kita adalah milikNYA. Maka cara kehidupan kita
haruslah yang mencerminkan siapa Dia, yaitu kudus yang kita lakukan dengan
mengasihi orang tua, menghormati orang tua, dan juga memberikan waktu kita bagi
kemuliaan namaNYA.
Pdt. Yohan Prananta Tarigan




