2 Raja-Raja 18:3-4.
Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya. Dialah yang menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan yang meremukkan tugu-tugu berhala dan yang menebang tiang-tiang berhala dan menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa, sebab sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar korban bagi ular itu yang namanya disebut Nehustan.
Bapak, Ibu, Saudara-saudara yang
terkasih. Kalau kita mau jujur, setiap dari kita pernah mengalami masa di mana
hidup kita tidak sejalan dengan kehendak Tuhan. Dalam hal ini bukan berarti
artinya kita berhenti percaya kepada Tuhan, bukan. Tetapi pada satu waktu, ya,
pada saat itu arah hidup kita pernah melenceng dari jalan Tuhan. Bisa jadi
karena rutinitas, tekanan hidup atau tawaran-tawaran dunia ini. Contohnya bisa
jadi ya, yang kami bisa buat ya, kita masih datang ke gereja, kita masih
berdoa, kita masih melayani, tapi tanpa kita sadari hati kita mulai jauh dari
Tuhan. Hal ini ibaratnya kita menjalankan bentuknya, tetapi kehilangan
maknanya. Kita masih terlihat aktif di luar tapi kosong di dalam. Dan di
sinilah Tuhan memanggil kita untuk melakukan reformasi rohani yang dimulai
bukan dari luar tetapi mulai dari dalam dari hati kita.
Sama seperti Raja Hizkia di zaman
dahulu yang diceritakan dalam teks kita pada kesempatan ini. Yang mana dia
melihat bangsa Tuhan pada saat itu hidup dalam penyimpangan dan dia berani
melakukan pembaharuan besar-besaran pada saat itu. Hizkia tidak hanya
mereformasi dan memperbaiki sistem ibadah, tapi memulihkan hubungan umat dengan
Tuhan. Ya, dia berani menyingkirkan semua yang salah sekalipun itu menyakitkan
atau tidak disukai banyak orang. Tapi hasilnya ya, jemaat yang kami kasihi, bangsa
Yehuda pada saat itu mengalami kebangunan rohani yang sejati. Ya, di ayat 3
tadi firman Tuhan berkata kepada kita, “ia
melakukan yang benar di mata Tuhan, tepat seperti yang dilakukan Daud, Bapa
leluhurnya”. Artinya, Hizkia hidup bukan untuk menyenangkan manusia, tetapi
untuk menyenangkan Tuhan. Ia tidak membiarkan kesalahan yang sudah lama menjadi
kebiasaan. Ia tahu bahwa sesuatu yang tidak benar harus diluruskan, harus dibenarkan
kembali dan tidak ada toleransi untuk itu. Maka jemaat yang dikasihi Tuhan dari
ayat 4 kita bisa melihat apa saja tindakan-tindakan Hizkia sebagai bentuk
reformasi pada saat itu kepada jemaat Tuhan. Ya, pertama dia menghancurkan
bukit-bukit pengorbanan yang mana tempat ini digunakan dulu sebenarnya untuk
ibadah tapi kemudian dicemari penyembahan berhala. Hezkia tahu ibadah tanpa ketaatan
adalah kosong. Itu yang pertama. Lalu yang kedua, Hizkia menghancurkan
tugu-tugu dan tiang Asyera. Dan ini merupakan simbol-simbol yang mewakili
penyembahan dewa kesuburan pada saat itu. Hezkia berani menyingkirkannya karena
ia tahu Tuhan cemburu atas hati umatnya. Tuhan ingin hanya Dialah satu-satunya
dalam kehidupan kita. Lalu yang ketiga, Hizkia meremukkan ular tembaga yang
dibuat Musa. Ya, dulu jemaat yang terkasih, ular itu menjadi alat kesembuhan di
padang gurun. Tapi pada masa Hizkia benda itu malah dipakai menjadi berhala. Maka
Hizkia menamai ular tersebut adalah Nehustan yang artinya adalah hanya sepotong
logam. Dengan kata lain, Hizkia mau mengatakan jangan biarkan apa dulu yang
baik dalam kehidupan kita justru menggantikan posisi Tuhan saat ini dalam kehidupan
kita.
Iya. Bapak, Ibu, Saudara-saudara
yang terkasih. Reformasi sejati tidak dimulai dari peraturan, melainkan dari
hati yang mau diubah. Seperti Hizkia memimpin bangsanya bukan dengan paksaan,
tetapi dengan keteladanan iman. Ia sendiri tunduk kepada Tuhan dan dari situlah
perubahan mengalir ke seluruh bangsa. Begitu juga dengan kita saat ini. Tuhan
tidak minta kita sempurna, tapi berani berubah, berani mengakui dosa, berani meninggalkan
kebiasaan lama, yang membuat kita jauh dari Tuhan dan berani berkata, "Tuhan ini aku. Ubahlah hidupku."
Ya, ketika hati diperbaharui, maka ibadah menjadi hidup, pelayanan menjadi
tulus, dan kehidupan kita menjadi berkat.
Oleh karena itu, Saudara-saudaraku,
pada saat ini firman Tuhan mau mengatakan bahwa Tuhan rindu melihat kita
menjadi umat yang terus membaharui hidup baik pribadi lepas pribadi, keluarga
demi keluarga. Dan saat ini bisa jadi memang tidak seperti bangsa Israel kita
punya ular tembaga secara fisik, tetapi bisa saja ada hal-hal dalam hidup kita
yang mengambil tempat Tuhan. Apa itu? Bisa jadi ego, kesombongan rohani atau
tradisi tanpa kasih. Bisa juga kesibukan yang mengalahkan waktu kita untuk
hidup bersama Tuhan. atau bisa jadi juga ada luka lama yang kita tidak sanggup mengampuninya
atau juga pelayanan yang kehilangan arah. Maka hari ini melalui firman Tuhan
ini Tuhan berkata kepada kita, reformasikan hidup kita kembali ke jalan Tuhan
dengan hati yang murni.
Demikian sapaan teduh bagi kita.
Pdt. Melda Tarigan




