Jl M I Ridwan Rais No 13A, Depok, Jawa Barat +62 21 7759848

Sapaan Teduh GBKP 04 November 2025

  • 05:30

2 Raja-Raja 18:3-4.

Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya. Dialah yang menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan yang meremukkan tugu-tugu berhala dan yang menebang tiang-tiang berhala dan menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa, sebab sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar korban bagi ular itu yang namanya disebut Nehustan.

Bapak, Ibu, Saudara-saudara yang terkasih. Kalau kita mau jujur, setiap dari kita pernah mengalami masa di mana hidup kita tidak sejalan dengan kehendak Tuhan. Dalam hal ini bukan berarti artinya kita berhenti percaya kepada Tuhan, bukan. Tetapi pada satu waktu, ya, pada saat itu arah hidup kita pernah melenceng dari jalan Tuhan. Bisa jadi karena rutinitas, tekanan hidup atau tawaran-tawaran dunia ini. Contohnya bisa jadi ya, yang kami bisa buat ya, kita masih datang ke gereja, kita masih berdoa, kita masih melayani, tapi tanpa kita sadari hati kita mulai jauh dari Tuhan. Hal ini ibaratnya kita menjalankan bentuknya, tetapi kehilangan maknanya. Kita masih terlihat aktif di luar tapi kosong di dalam. Dan di sinilah Tuhan memanggil kita untuk melakukan reformasi rohani yang dimulai bukan dari luar tetapi mulai dari dalam dari hati kita.

Sama seperti Raja Hizkia di zaman dahulu yang diceritakan dalam teks kita pada kesempatan ini. Yang mana dia melihat bangsa Tuhan pada saat itu hidup dalam penyimpangan dan dia berani melakukan pembaharuan besar-besaran pada saat itu. Hizkia tidak hanya mereformasi dan memperbaiki sistem ibadah, tapi memulihkan hubungan umat dengan Tuhan. Ya, dia berani menyingkirkan semua yang salah sekalipun itu menyakitkan atau tidak disukai banyak orang. Tapi hasilnya ya, jemaat yang kami kasihi, bangsa Yehuda pada saat itu mengalami kebangunan rohani yang sejati. Ya, di ayat 3 tadi firman Tuhan berkata kepada kita, “ia melakukan yang benar di mata Tuhan, tepat seperti yang dilakukan Daud, Bapa leluhurnya”. Artinya, Hizkia hidup bukan untuk menyenangkan manusia, tetapi untuk menyenangkan Tuhan. Ia tidak membiarkan kesalahan yang sudah lama menjadi kebiasaan. Ia tahu bahwa sesuatu yang tidak benar harus diluruskan, harus dibenarkan kembali dan tidak ada toleransi untuk itu. Maka jemaat yang dikasihi Tuhan dari ayat 4 kita bisa melihat apa saja tindakan-tindakan Hizkia sebagai bentuk reformasi pada saat itu kepada jemaat Tuhan. Ya, pertama dia menghancurkan bukit-bukit pengorbanan yang mana tempat ini digunakan dulu sebenarnya untuk ibadah tapi kemudian dicemari penyembahan berhala. Hezkia tahu ibadah tanpa ketaatan adalah kosong. Itu yang pertama. Lalu yang kedua, Hizkia menghancurkan tugu-tugu dan tiang Asyera. Dan ini merupakan simbol-simbol yang mewakili penyembahan dewa kesuburan pada saat itu. Hezkia berani menyingkirkannya karena ia tahu Tuhan cemburu atas hati umatnya. Tuhan ingin hanya Dialah satu-satunya dalam kehidupan kita. Lalu yang ketiga, Hizkia meremukkan ular tembaga yang dibuat Musa. Ya, dulu jemaat yang terkasih, ular itu menjadi alat kesembuhan di padang gurun. Tapi pada masa Hizkia benda itu malah dipakai menjadi berhala. Maka Hizkia menamai ular tersebut adalah Nehustan yang artinya adalah hanya sepotong logam. Dengan kata lain, Hizkia mau mengatakan jangan biarkan apa dulu yang baik dalam kehidupan kita justru menggantikan posisi Tuhan saat ini dalam kehidupan kita.

Iya. Bapak, Ibu, Saudara-saudara yang terkasih. Reformasi sejati tidak dimulai dari peraturan, melainkan dari hati yang mau diubah. Seperti Hizkia memimpin bangsanya bukan dengan paksaan, tetapi dengan keteladanan iman. Ia sendiri tunduk kepada Tuhan dan dari situlah perubahan mengalir ke seluruh bangsa. Begitu juga dengan kita saat ini. Tuhan tidak minta kita sempurna, tapi berani berubah, berani mengakui dosa, berani meninggalkan kebiasaan lama, yang membuat kita jauh dari Tuhan dan berani berkata, "Tuhan ini aku. Ubahlah hidupku." Ya, ketika hati diperbaharui, maka ibadah menjadi hidup, pelayanan menjadi tulus, dan kehidupan kita menjadi berkat.

Oleh karena itu, Saudara-saudaraku, pada saat ini firman Tuhan mau mengatakan bahwa Tuhan rindu melihat kita menjadi umat yang terus membaharui hidup baik pribadi lepas pribadi, keluarga demi keluarga. Dan saat ini bisa jadi memang tidak seperti bangsa Israel kita punya ular tembaga secara fisik, tetapi bisa saja ada hal-hal dalam hidup kita yang mengambil tempat Tuhan. Apa itu? Bisa jadi ego, kesombongan rohani atau tradisi tanpa kasih. Bisa juga kesibukan yang mengalahkan waktu kita untuk hidup bersama Tuhan. atau bisa jadi juga ada luka lama yang kita tidak sanggup mengampuninya atau juga pelayanan yang kehilangan arah. Maka hari ini melalui firman Tuhan ini Tuhan berkata kepada kita, reformasikan hidup kita kembali ke jalan Tuhan dengan hati yang murni.

Demikian sapaan teduh bagi kita.

Pdt. Melda Tarigan

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=-2A8BVu5HPo

Sebelumnya Sapaan Teduh GBKP 3 November 2025
Selanjutnya Sapaan Teduh GBKP 05 November 2025